5. Besaran, Satuan, dan Ketidakpastian dalam Fisika (BAB 1)

Pengukuran menjadi proses penting dalam fisika karena melalui pengukuran kita membandingkan suatu besaran fisik dengan besaran lain yang berfungsi sebagai satuan standar. Sebagai contoh, saat mengukur panjang suatu benda, kita membandingkan panjangnya dengan satuan standar seperti meter (m). Dengan cara ini, kita dapat menyatakan hasil pengukuran secara kuantitatif dan menyampaikannya dengan jelas.

Jenis Besaran dalam Fisika dan Contohnya

Dalam fisika, kita mengenal dua kelompok utama besaran yang menggambarkan fenomena alam secara terukur. Pertama, kita menyebut besaran pokok sebagai besaran yang tidak bergantung pada besaran lain. Contohnya meliputi panjang (m), massa (kg), waktu (s), kuat arus listrik (A), suhu (K), jumlah zat (mol), dan intensitas cahaya (cd). Kita menetapkan masing-masing besaran ini dengan satuan standar internasional.

Selanjutnya, kita mengenal besaran turunan sebagai hasil penggabungan beberapa besaran pokok melalui hubungan matematis. Misalnya, kita memperoleh kecepatan (m/s) dari hasil pembagian jarak dan waktu. Kita menghitung percepatan (m/s²) dari perubahan kecepatan terhadap waktu. Selain itu, mendapatkan gaya (N) dengan mengalikan massa dan percepatan (kg·m/s²). Kita juga bisa menentukan tekanan (Pa) dari pembagian gaya terhadap luas permukaan (N/m²), dan memperoleh energi (J) dengan mengalikan gaya dan perpindahan (N·m).

Ketidakpastian dalam Pengukuran

Dalam praktiknya, hasil pengukuran tidak pernah sepenuhnya bebas dari kesalahan atau ketidakpastian. Bahkan alat ukur yang sangat presisi tetap memiliki batas toleransi. Oleh karena itu, setiap hasil pengukuran perlu disertai dengan nilai ketidakpastian (Δx) agar hasil tersebut mencerminkan rentang kemungkinan nilai sebenarnya. Ketidakpastian ini bisa muncul dari berbagai sumber, seperti alat, lingkungan, atau faktor manusia. Berikut ini beberapa penyebab ketidakpastian yang paling umum:

1. Nilai Skala Terkecil (NST)

Setiap alat ukur memiliki batas ketelitian berupa nilai terkecil yang dapat dibaca. Semakin kecil nilai skala terkecilnya, maka semakin teliti pengukurannya. Ketidakpastian akibat skala ini biasanya dihitung menggunakan rumus tertentu tergantung pada jenis pengukuran dan alat yang digunakan. Oleh karena itu, penting untuk memilih alat ukur yang sesuai dengan tingkat ketelitian yang dibutuhkan.

2. Ketidakpastian Sistematis

Kesalahan sistematis muncul secara konsisten karena kelemahan alat ukur atau kesalahan dalam prosedur. Contohnya, kesalahan bisa terjadi saat menggunakan alat yang belum terkalibrasi dengan benar, saat posisi nol pada alat tidak tepat, atau saat alat seperti penggaris sudah aus dan tidak lagi presisi. Selain itu, sudut pandang yang tidak sejajar dengan skala juga dapat menyebabkan kesalahan paralaks. Semua kondisi ini akan memengaruhi hasil pengukuran dengan cara yang tetap dan berulang.

3. Kesalahan Acak

Tidak semua kesalahan bisa diprediksi. Kesalahan acak terjadi karena faktor lingkungan atau kondisi eksternal yang sulit dikendalikan. Sebagai contoh, gerakan Brown pada partikel kecil dapat mengganggu hasil pengamatan mikroskopis. Fluktuasi tegangan listrik juga bisa memengaruhi pembacaan alat digital. Bahkan suara, suhu, atau getaran dari lingkungan sekitar dapat menciptakan gangguan atau noise yang memengaruhi hasil.

4. Keterbatasan Keterampilan Pengamat

Selain faktor alat dan lingkungan, keterampilan orang yang melakukan pengukuran juga berperan besar dalam menentukan keakuratan hasil. Kurangnya ketelitian saat membaca skala, posisi mata yang tidak sejajar dengan alat ukur, atau kesalahan pencatatan dapat menyebabkan ketidakpastian. Oleh karena itu, penting untuk terus melatih ketelitian dan konsistensi dalam setiap tahapan pengamatan dan pencatatan.

Baca juga penjelasan mengenai pengukuran dalam fisika di Pengukuran Fisika. Akses materi lengkapnya di Ebook Fitri Akses Ebook Pelajaran Gratis

Scroll to Top