Energi Tidak Terbarukan: Jenis, Proses Pembentukan, dan Dampaknya
Banyak orang menggunakan energi tidak terbarukan dalam kehidupan modern. Namun, mereka tidak dapat memperbarui jenis energi ini dalam skala waktu manusia. Artinya, ketika persediaannya habis, kita tidak bisa memproduksi ulang energi tersebut dengan cepat. Contoh utamanya adalah batu bara, minyak bumi, dan gas alam.
Meskipun memberikan energi dalam jumlah besar, penggunaan energi tidak terbarukan juga menimbulkan berbagai masalah, seperti pencemaran lingkungan, emisi gas rumah kaca, serta keterbatasan ketersediaan sumber daya. Oleh karena itu, penting untuk memahami jenis-jenis energi ini secara menyeluruh.
Pelajari juga:Energi dalam Kehidupan
Batu Bara sebagai Energi Tidak Terbarukan
Definisi Batu Bara
Batu bara adalah bahan bakar fosil yang terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan yang mengendap dan terurai dalam kondisi tekanan dan suhu tinggi selama jutaan tahun. Secara kimia, batu bara terdiri dari karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan sedikit unsur sulfur. Sejak Revolusi Industri, manusia telah memanfaatkan batu bara sebagai salah satu sumber energi tertua untuk menggerakkan mesin uap.
Proses Pembentukan Batu Bara
Para ahli menyebut proses pembentukan batu bara sebagai koalifikasi (coalification). Proses ini terjadi saat sisa-sisa tumbuhan yang terpendam berubah menjadi batu bara melalui empat tahap utama: pembentukan gambut, lignit, bitumen, dan antrasit. Proses dimulai ketika tumbuhan menumpuk di rawa-rawa atau daerah lembap. Sedimen lain lalu menimbun dan melindunginya dari oksidasi. Seiring waktu, suhu dan tekanan dari lapisan tanah di atasnya mengubah material ini secara kimia dan fisika, menghasilkan batu bara dengan kandungan karbon yang semakin tinggi.
Klasifikasi Batu Bara Berdasarkan Kualitas
Secara umum, kita mengelompokkan batu bara—sebagai salah satu energi tidak terbarukan—berdasarkan kadar karbon dan jumlah energi yang dilepaskan saat dibakar. Semakin tinggi kadar karbon, semakin besar energi yang dihasilkan.
Lignit: Batu Bara Muda dengan Energi Terendah
Lignit mengandung karbon sekitar 25–35%, berwarna cokelat kehitaman, dan memiliki kadar air tinggi. Karena menghasilkan energi paling rendah, pengguna biasanya hanya memanfaatkannya di sekitar lokasi tambang. Lignit sulit disimpan dan diangkut karena sifatnya yang tidak stabil.
Bitumen: Industri yang Banyak Memanfaatkan Batu Bara
Bitumen memiliki kandungan karbon sekitar 45–86% dan lebih tua dari lignit. Banyak industri dan pembangkit listrik menggunakan jenis batu bara ini karena ketersediaannya melimpah dan nilai energinya cukup tinggi.
Antrasit: Batu Bara Berkualitas Tertinggi
Antrasit mengandung karbon lebih dari 86% dan memiliki warna hitam mengilap. Jenis ini melepaskan panas sangat tinggi saat dibakar sehingga sangat efisien sebagai sumber energi. Namun, karena persediaannya terbatas, penggunaannya tidak seumum jenis batu bara lainnya.
Potensi dan Pemanfaatan Batu Bara di Indonesia
Indonesia merupakan salah satu negara dengan cadangan batu bara terbesar di dunia, terutama di wilayah Kalimantan dan Sumatera.Batu bara berperan penting sebagai komoditas ekspor utama Indonesia. Selain itu, banyak industri dalam negeri yang menggunakan batu bara sebagai bahan bakar utama, terutama untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Tidak hanya itu, industri semen, baja, dan tekstil juga memanfaatkan batu bara sebagai sumber energi penting dalam proses produksinya.
Namun, tingginya penggunaan batu bara menimbulkan tantangan lingkungan, seperti pencemaran udara dan kontribusi terhadap perubahan iklim global. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia mulai mendorong transisi energi dan pemanfaatan teknologi bersih seperti clean coal technology dan gasifikasi batu bara.
Baca penjelasan lebih lanjut tentang Clean Coal Technology di World Coal Association
Minyak Bumi dan Perannya sebagai Energi Tidak Terbarukan
Definisi Minyak Bumi
Minyak bumi, atau petroleum, merupakan cairan kental berwarna cokelat hingga kehitaman. Zat ini terbentuk dari sisa-sisa plankton dan organisme laut mikroskopis yang tertimbun di dasar laut selama jutaan tahun.
Dalam ilmu kimia, kita mengenal minyak bumi sebagai campuran kompleks hidrokarbon—senyawa yang terdiri dari atom karbon (C) dan hidrogen (H).
Di era modern, banyak negara mengandalkan minyak bumi sebagai sumber energi utama. Kita menggunakannya untuk bahan bakar kendaraan, pembangkit listrik, dan bahan dasar berbagai produk industri. Minyak bumi juga menjadi bahan baku untuk plastik, pelumas, kosmetik, dan obat-obatan.
Proses Pembentukan Minyak Bumi
Pembentukan minyak bumi adalah proses geologis panjang yang memakan waktu jutaan tahun. Awalnya, plankton dan mikroorganisme laut mati dan mengendap di dasar laut, bercampur dengan lumpur dan sedimen. Seiring waktu, lapisan-lapisan ini tertimbun semakin dalam, menciptakan kondisi tanpa oksigen (anaerob) yang memungkinkan proses dekomposisi secara perlahan.
Dengan tekanan dari lapisan sedimen di atasnya dan panas dari dalam bumi, sisa-sisa organik ini mengalami transformasi kimia menjadi kerogen, kemudian berubah menjadi minyak dan gas bumi dalam batuan induk. Minyak merembes ke atas dan terperangkap dalam batuan kedap, membentuk kantong-kantong yang bisa dibor.
Prinsip Distilasi Minyak Bumi
Setelah perusahaan mengekstraksi minyak bumi, mereka tidak bisa langsung menggunakannya. Industri minyak memanfaatkan minyak mentah dengan memisahkannya melalui proses distilasi fraksional di kilang minyak. Proses ini bekerja berdasarkan perbedaan titik didih dari masing-masing komponen dalam minyak mentah.
Operator kilang memanaskan minyak mentah hingga berubah menjadi uap, lalu mengalirkannya ke dalam menara distilasi. Di dalam menara tersebut, uap akan naik dan mulai mengembun pada tingkat yang berbeda tergantung titik didihnya:
-
- Senyawa dengan titik didih rendah seperti gas LPG akan naik hingga ke bagian atas.
- Bensin, minyak tanah, dan solar mengembun di bagian tengah.
- Residu berat seperti aspal atau minyak pelumas akan tertinggal di bagian bawah.
Gas Alam sebagai Energi Fosil
Definisi dan Karakteristik Gas Alam
Gas alam merupakan salah satu jenis energi fosil yang terbentuk dari sisa-sisa makhluk hidup purba yang terpendam di dalam tanah selama jutaan tahun. Metana (CH₄), sebagai komponen utama gas alam, mudah terbakar dan menghasilkan energi tinggi saat proses pembakaran berlangsung. Para ahli energi dan pelaku industri sering menganggap gas alam sebagai energi fosil paling ramah lingkungan karena sifatnya yang bersih dan efisien, terutama jika dibandingkan dengan batu bara atau minyak bumi.
Proses Pembentukan Gas Alam
Proses pembentukan gas alam mirip dengan pembentukan minyak bumi karena keduanya berasal dari sisa organisme laut seperti plankton yang terendap di dasar laut. Ketika organisme-organisme ini mati, mereka tertimbun oleh sedimen dan mengalami dekomposisi secara perlahan dalam kondisi minim oksigen. Seiring waktu, tekanan dan panas dari lapisan sedimen di atasnya menyebabkan perubahan kimia pada material organik ini. Pada suhu dan tekanan tertentu, sebagian sisa organisme tersebut berubah menjadi minyak bumi, sementara sisanya yang mengalami suhu dan tekanan lebih tinggi akan berubah menjadi gas alam. Gas ini merembes ke pori-pori batuan dan membentuk kantong yang bisa diekstraksi melalui pengeboran.
-
Komponen Penyusun Gas Alam
Gas alam tidak hanya terdiri dari metana saja. Pengguna biasanya harus memproses gas alam terlebih dahulu untuk menghilangkan kandungan air, karbon dioksida, dan senyawa berbahaya lainnya sebelum memanfaatkannya.
Komposisi umum gas alam antara lain:
- Metana (CH₄): komponen utama, sekitar 70–90%.
- Etana (C₂H₆), propana (C₃H₈), dan butana (C₄H₁₀): Sering memanfaatkan LPG atau bahan bakar industri.
- Selain itu, industri energi harus memisahkan karbon dioksida (CO₂) dan nitrogen (N₂) karena keduanya merupakan pengotor yang dapat menurunkan kualitas gas alam.
- Selanjutnya, pengguna gas alam perlu membersihkan hidrogen sulfida (H₂S), karena zat ini bersifat beracun dan korosif sehingga dapat membahayakan peralatan serta lingkungan.
Potensi dan Pemanfaatan Gas Alam di Indonesia
Indonesia memiliki potensi gas alam yang sangat besar, terutama dalam bentuk gas alam konvensional dan gas alam cair (Liquefied Natural Gas). Cadangan gas alam Indonesia tersebar di berbagai wilayah, seperti Kalimantan, Sumatera, Papua, dan Natuna.
Pemanfaatan gas alam di Indonesia mencakup berbagai sektor:
- Pembangkit listrik (PLTG atau PLTGU) yang menggunakan gas sebagai bahan bakar utama.
- Bahan bakar rumah tangga dalam bentuk LPG atau CNG (Compressed Natural Gas).
- Oleh karena itu, pelaku industri menggunakan gas alam sebagai bahan bakar utama karena menghasilkan emisi yang lebih rendah dibandingkan batu bara.
- Ekspor, terutama LNG ke negara-negara Asia Timur seperti Jepang, Korea Selatan, dan Tiongkok.
Tantangan ke depan adalah bagaimana mengelola cadangan gas secara efisien sambil tetap menjaga keberlanjutan lingkungan. Pengembangan infrastruktur distribusi gas seperti jaringan pipa dan fasilitas regasifikasi menjadi kunci untuk memperluas pemanfaatannya di dalam negeri.