Actions
Quiz Summary
0 of 30 Questions completed
Questions:
Information
You have already completed the quiz before. Hence you can not start it again.
Quiz is loading…
You must sign in or sign up to start the quiz.
You must first complete the following:
Results
Results
0 of 30 Questions answered correctly
Your time:
Time has elapsed
You have reached 0 of 0 point(s), (0)
Earned Point(s): 0 of 0, (0)
0 Essay(s) Pending (Possible Point(s): 0)
Categories
- Not categorized 0%
- 1
- 2
- 3
- 4
- 5
- 6
- 7
- 8
- 9
- 10
- 11
- 12
- 13
- 14
- 15
- 16
- 17
- 18
- 19
- 20
- 21
- 22
- 23
- 24
- 25
- 26
- 27
- 28
- 29
- 30
- Current
- Review
- Answered
- Correct
- Incorrect
-
Question 1 of 30
1. Question
Sudut pandang yang digunakan dalam kutipan cerpen berikut adalah:
“Aku berjalan menyusuri pantai, memikirkan kata-kata Ibu yang selalu membuatku merenung. Hembusan angin laut mengingatkan pada kenangan masa kecil.”CorrectIncorrect -
Question 2 of 30
2. Question
Karakter tokoh dalam kutipan berikut dapat digambarkan sebagai:
“Ia selalu tersenyum kepada siapa saja, bahkan kepada mereka yang pernah menyakitinya. Semua orang di desa mengagumi sikap rendah hatinya.”CorrectIncorrect -
Question 3 of 30
3. Question
Alur yang tergambar dalam cerita pendek berikut adalah:
“Cerita dimulai dengan peristiwa saat mereka memenangkan lomba, lalu diceritakan perjuangan mereka berlatih keras sebelumnya.”CorrectIncorrect -
Question 4 of 30
4. Question
Latar tempat yang tergambar dalam kutipan berikut adalah:
“Hujan deras mengguyur pasar tradisional. Penjual dan pembeli berdesakan di bawah tenda-tenda plastik, melindungi barang dagangan dari air hujan.”CorrectIncorrect -
Question 5 of 30
5. Question
Tema utama dari kutipan cerita berikut adalah:
“Seorang anak muda berusaha keras mewujudkan mimpinya menjadi musisi terkenal meskipun ditentang oleh keluarganya.”CorrectIncorrect -
Question 6 of 30
6. Question
Pada paragraf berikut, konflik yang tergambar adalah:
“Dia terjebak di antara dua pilihan sulit: melanjutkan pekerjaan yang stabil atau mengikuti panggilan hatinya untuk menjadi pelukis.”CorrectIncorrect -
Question 7 of 30
7. Question
Sudut pandang yang digunakan dalam kutipan berikut adalah:
“Ia selalu memandang langit malam dengan penuh harapan. Dalam pikirannya, hanya ada satu keinginan: bertemu kembali dengan keluarganya.”CorrectIncorrect -
Question 8 of 30
8. Question
Kata “kesunyian” dalam kutipan berikut lebih menggambarkan:
“Kesunyian di rumah itu membuatnya merasa kehilangan sesuatu yang sangat berarti dalam hidupnya.”CorrectIncorrect -
Question 9 of 30
9. Question
Amanat yang dapat diambil dari cerita berikut adalah:
“Meski hidup dalam keterbatasan, ia selalu membantu tetangganya yang kesusahan tanpa mengharapkan imbalan.”CorrectIncorrect -
Question 10 of 30
10. Question
Gaya bahasa yang digunakan dalam kutipan berikut adalah:
“Kakinya terasa seperti diikat rantai berat, setiap langkah menuju pintu itu dipenuhi keraguan.”CorrectIncorrect -
Question 11 of 30
11. Question
Langit di Ujung Jendela
Rani menatap langit senja dari balik jendela kamarnya. Warna jingga yang membelah cakrawala membuat pikirannya melayang pada kenangan setahun lalu. Kala itu, ia dan Ayah duduk di balkon kecil, berbagi cerita tentang mimpi dan masa depan. Namun kini, hanya kesunyian yang menemaninya. Ayah telah pergi untuk selamanya, meninggalkan ruang kosong yang tak mampu diisi siapa pun.
Sejak kepergian Ayah, Rani jarang keluar kamar. Buku-buku di raknya pun berdebu karena jarang disentuh. Dulu, ia adalah siswi yang aktif di sekolah, sering memenangkan lomba menulis. Namun kini, ia lebih memilih diam dan tenggelam dalam pikirannya sendiri. “Apa gunanya bermimpi jika semuanya bisa hilang begitu saja?” pikirnya.
Sore itu, sebuah suara mengetuk pintu kamarnya. “Rani, bolehkah aku masuk?” tanya Ibu dengan lembut. Rani hanya menjawab dengan gumaman pelan. Ibu masuk dengan secangkir teh hangat di tangan. “Aku menemukan ini di rak Ayah,” katanya sambil menyerahkan sebuah buku lusuh. Di halaman depan buku itu tertulis nama Ayah dengan tulisan tangan yang rapi. Itu adalah buku catatan Ayah, penuh dengan kutipan inspiratif dan cerita-cerita singkat.
“Ini dulu buku favorit Ayah. Ia selalu mengatakan bahwa buku ini mengingatkannya pada alasan kita terus bermimpi,” kata Ibu. Rani membuka halaman pertama. Sebuah kutipan menarik perhatiannya: “Mimpi adalah jendela yang selalu terbuka, meski badai menghadang.” Rani terpaku. Seolah-olah Ayah berbicara langsung kepadanya melalui tulisan itu.
Hari-hari berikutnya, Rani mulai membuka kembali buku-buku yang lama ia tinggalkan. Ia membaca, menulis, dan perlahan-lahan menemukan kembali mimpinya. Ia bahkan memutuskan untuk mengikuti lomba menulis tingkat nasional yang akan diadakan bulan depan. “Ayah benar,” pikirnya. “Mimpi adalah jendela yang tak boleh ditutup, tidak peduli seberapa gelap langit di luar.”
Pada hari pengumuman lomba, Rani berdiri di depan cermin dengan gaun sederhana. Ia tahu bahwa menang atau kalah bukanlah tujuan akhir. Ia telah menemukan kembali semangatnya untuk bermimpi dan berjuang. Saat namanya disebut sebagai pemenang, air mata haru mengalir di pipinya. Di langit senja yang sama seperti dulu, Rani merasa Ayah tersenyum dari balik awan.
Mengapa Rani merasa kesulitan untuk bermimpi kembali setelah kepergian Ayahnya?
CorrectIncorrect -
Question 12 of 30
12. Question
Langit di Ujung Jendela
Rani menatap langit senja dari balik jendela kamarnya. Warna jingga yang membelah cakrawala membuat pikirannya melayang pada kenangan setahun lalu. Kala itu, ia dan Ayah duduk di balkon kecil, berbagi cerita tentang mimpi dan masa depan. Namun kini, hanya kesunyian yang menemaninya. Ayah telah pergi untuk selamanya, meninggalkan ruang kosong yang tak mampu diisi siapa pun.
Sejak kepergian Ayah, Rani jarang keluar kamar. Buku-buku di raknya pun berdebu karena jarang disentuh. Dulu, ia adalah siswi yang aktif di sekolah, sering memenangkan lomba menulis. Namun kini, ia lebih memilih diam dan tenggelam dalam pikirannya sendiri. “Apa gunanya bermimpi jika semuanya bisa hilang begitu saja?” pikirnya.
Sore itu, sebuah suara mengetuk pintu kamarnya. “Rani, bolehkah aku masuk?” tanya Ibu dengan lembut. Rani hanya menjawab dengan gumaman pelan. Ibu masuk dengan secangkir teh hangat di tangan. “Aku menemukan ini di rak Ayah,” katanya sambil menyerahkan sebuah buku lusuh. Di halaman depan buku itu tertulis nama Ayah dengan tulisan tangan yang rapi. Itu adalah buku catatan Ayah, penuh dengan kutipan inspiratif dan cerita-cerita singkat.
“Ini dulu buku favorit Ayah. Ia selalu mengatakan bahwa buku ini mengingatkannya pada alasan kita terus bermimpi,” kata Ibu. Rani membuka halaman pertama. Sebuah kutipan menarik perhatiannya: “Mimpi adalah jendela yang selalu terbuka, meski badai menghadang.” Rani terpaku. Seolah-olah Ayah berbicara langsung kepadanya melalui tulisan itu.
Hari-hari berikutnya, Rani mulai membuka kembali buku-buku yang lama ia tinggalkan. Ia membaca, menulis, dan perlahan-lahan menemukan kembali mimpinya. Ia bahkan memutuskan untuk mengikuti lomba menulis tingkat nasional yang akan diadakan bulan depan. “Ayah benar,” pikirnya. “Mimpi adalah jendela yang tak boleh ditutup, tidak peduli seberapa gelap langit di luar.”
Pada hari pengumuman lomba, Rani berdiri di depan cermin dengan gaun sederhana. Ia tahu bahwa menang atau kalah bukanlah tujuan akhir. Ia telah menemukan kembali semangatnya untuk bermimpi dan berjuang. Saat namanya disebut sebagai pemenang, air mata haru mengalir di pipinya. Di langit senja yang sama seperti dulu, Rani merasa Ayah tersenyum dari balik awan.
Bagaimana peran buku catatan Ayah dalam mengubah cara pandang Rani?
CorrectIncorrect -
Question 13 of 30
13. Question
Langit di Ujung Jendela
Rani menatap langit senja dari balik jendela kamarnya. Warna jingga yang membelah cakrawala membuat pikirannya melayang pada kenangan setahun lalu. Kala itu, ia dan Ayah duduk di balkon kecil, berbagi cerita tentang mimpi dan masa depan. Namun kini, hanya kesunyian yang menemaninya. Ayah telah pergi untuk selamanya, meninggalkan ruang kosong yang tak mampu diisi siapa pun.
Sejak kepergian Ayah, Rani jarang keluar kamar. Buku-buku di raknya pun berdebu karena jarang disentuh. Dulu, ia adalah siswi yang aktif di sekolah, sering memenangkan lomba menulis. Namun kini, ia lebih memilih diam dan tenggelam dalam pikirannya sendiri. “Apa gunanya bermimpi jika semuanya bisa hilang begitu saja?” pikirnya.
Sore itu, sebuah suara mengetuk pintu kamarnya. “Rani, bolehkah aku masuk?” tanya Ibu dengan lembut. Rani hanya menjawab dengan gumaman pelan. Ibu masuk dengan secangkir teh hangat di tangan. “Aku menemukan ini di rak Ayah,” katanya sambil menyerahkan sebuah buku lusuh. Di halaman depan buku itu tertulis nama Ayah dengan tulisan tangan yang rapi. Itu adalah buku catatan Ayah, penuh dengan kutipan inspiratif dan cerita-cerita singkat.
“Ini dulu buku favorit Ayah. Ia selalu mengatakan bahwa buku ini mengingatkannya pada alasan kita terus bermimpi,” kata Ibu. Rani membuka halaman pertama. Sebuah kutipan menarik perhatiannya: “Mimpi adalah jendela yang selalu terbuka, meski badai menghadang.” Rani terpaku. Seolah-olah Ayah berbicara langsung kepadanya melalui tulisan itu.
Hari-hari berikutnya, Rani mulai membuka kembali buku-buku yang lama ia tinggalkan. Ia membaca, menulis, dan perlahan-lahan menemukan kembali mimpinya. Ia bahkan memutuskan untuk mengikuti lomba menulis tingkat nasional yang akan diadakan bulan depan. “Ayah benar,” pikirnya. “Mimpi adalah jendela yang tak boleh ditutup, tidak peduli seberapa gelap langit di luar.”
Pada hari pengumuman lomba, Rani berdiri di depan cermin dengan gaun sederhana. Ia tahu bahwa menang atau kalah bukanlah tujuan akhir. Ia telah menemukan kembali semangatnya untuk bermimpi dan berjuang. Saat namanya disebut sebagai pemenang, air mata haru mengalir di pipinya. Di langit senja yang sama seperti dulu, Rani merasa Ayah tersenyum dari balik awan.
Jika Anda menjadi Rani, langkah apa yang akan Anda ambil setelah memenangkan lomba menulis?
CorrectIncorrect -
Question 14 of 30
14. Question
Langit di Ujung Jendela
Rani menatap langit senja dari balik jendela kamarnya. Warna jingga yang membelah cakrawala membuat pikirannya melayang pada kenangan setahun lalu. Kala itu, ia dan Ayah duduk di balkon kecil, berbagi cerita tentang mimpi dan masa depan. Namun kini, hanya kesunyian yang menemaninya. Ayah telah pergi untuk selamanya, meninggalkan ruang kosong yang tak mampu diisi siapa pun.
Sejak kepergian Ayah, Rani jarang keluar kamar. Buku-buku di raknya pun berdebu karena jarang disentuh. Dulu, ia adalah siswi yang aktif di sekolah, sering memenangkan lomba menulis. Namun kini, ia lebih memilih diam dan tenggelam dalam pikirannya sendiri. “Apa gunanya bermimpi jika semuanya bisa hilang begitu saja?” pikirnya.
Sore itu, sebuah suara mengetuk pintu kamarnya. “Rani, bolehkah aku masuk?” tanya Ibu dengan lembut. Rani hanya menjawab dengan gumaman pelan. Ibu masuk dengan secangkir teh hangat di tangan. “Aku menemukan ini di rak Ayah,” katanya sambil menyerahkan sebuah buku lusuh. Di halaman depan buku itu tertulis nama Ayah dengan tulisan tangan yang rapi. Itu adalah buku catatan Ayah, penuh dengan kutipan inspiratif dan cerita-cerita singkat.
“Ini dulu buku favorit Ayah. Ia selalu mengatakan bahwa buku ini mengingatkannya pada alasan kita terus bermimpi,” kata Ibu. Rani membuka halaman pertama. Sebuah kutipan menarik perhatiannya: “Mimpi adalah jendela yang selalu terbuka, meski badai menghadang.” Rani terpaku. Seolah-olah Ayah berbicara langsung kepadanya melalui tulisan itu.
Hari-hari berikutnya, Rani mulai membuka kembali buku-buku yang lama ia tinggalkan. Ia membaca, menulis, dan perlahan-lahan menemukan kembali mimpinya. Ia bahkan memutuskan untuk mengikuti lomba menulis tingkat nasional yang akan diadakan bulan depan. “Ayah benar,” pikirnya. “Mimpi adalah jendela yang tak boleh ditutup, tidak peduli seberapa gelap langit di luar.”
Pada hari pengumuman lomba, Rani berdiri di depan cermin dengan gaun sederhana. Ia tahu bahwa menang atau kalah bukanlah tujuan akhir. Ia telah menemukan kembali semangatnya untuk bermimpi dan berjuang. Saat namanya disebut sebagai pemenang, air mata haru mengalir di pipinya. Di langit senja yang sama seperti dulu, Rani merasa Ayah tersenyum dari balik awan.
Apa yang dapat Anda pelajari dari sikap Rani setelah membaca buku catatan Ayahnya?
CorrectIncorrect -
Question 15 of 30
15. Question
Pohon di Ujung Jalan
Di ujung jalan desa, berdiri sebuah pohon tua yang menjadi saksi bisu kehidupan warga. Setiap sore, anak-anak bermain di bawah naungannya, bercanda dan tertawa. Namun, bagi Arman, pohon itu adalah tempat penuh kenangan yang mengikatnya pada masa lalu.
Tiga tahun lalu, Ayah Arman meninggalkan keluarga mereka untuk bekerja di kota. Janji untuk kembali setiap bulan perlahan menjadi janji kosong. Pohon tua itu adalah tempat terakhir mereka berbincang sebelum Ayah pergi, membisikkan harapan besar kepada Arman.
Namun, tidak semua harapan bisa bertahan. Ketika kabar datang bahwa Ayah tidak akan pernah kembali, Arman kehilangan kepercayaan pada segala sesuatu. Ia berhenti bermain, berhenti bercanda, dan memilih untuk menghindari pohon itu.
Sampai suatu hari, seorang pria tua yang bijaksana duduk di bawah pohon itu. Ia bercerita kepada Arman tentang pohon sebagai lambang kekuatan, ketahanan, dan harapan. “Pohon ini tetap berdiri meski diterpa angin kencang,” katanya. “Mungkin kita juga bisa seperti itu.”
Malam itu, Arman memutuskan untuk kembali ke bawah pohon, membawa buku catatannya. Ia menuliskan semua rasa sakitnya, tetapi juga tekad untuk menjadi lebih kuat. Ia sadar, meskipun Ayahnya tidak kembali, ia masih memiliki masa depan yang harus diperjuangkan.
Kini, Arman sering duduk di bawah pohon itu, menulis cerita-cerita baru yang terinspirasi oleh kehidupannya. Pohon itu bukan lagi simbol kehilangan, melainkan kekuatan yang membawanya bangkit.
Apa arti pohon tua di ujung jalan bagi Arman di awal cerita?
CorrectIncorrect -
Question 16 of 30
16. Question
Pohon di Ujung Jalan
Di ujung jalan desa, berdiri sebuah pohon tua yang menjadi saksi bisu kehidupan warga. Setiap sore, anak-anak bermain di bawah naungannya, bercanda dan tertawa. Namun, bagi Arman, pohon itu adalah tempat penuh kenangan yang mengikatnya pada masa lalu.
Tiga tahun lalu, Ayah Arman meninggalkan keluarga mereka untuk bekerja di kota. Janji untuk kembali setiap bulan perlahan menjadi janji kosong. Pohon tua itu adalah tempat terakhir mereka berbincang sebelum Ayah pergi, membisikkan harapan besar kepada Arman.
Namun, tidak semua harapan bisa bertahan. Ketika kabar datang bahwa Ayah tidak akan pernah kembali, Arman kehilangan kepercayaan pada segala sesuatu. Ia berhenti bermain, berhenti bercanda, dan memilih untuk menghindari pohon itu.
Sampai suatu hari, seorang pria tua yang bijaksana duduk di bawah pohon itu. Ia bercerita kepada Arman tentang pohon sebagai lambang kekuatan, ketahanan, dan harapan. “Pohon ini tetap berdiri meski diterpa angin kencang,” katanya. “Mungkin kita juga bisa seperti itu.”
Malam itu, Arman memutuskan untuk kembali ke bawah pohon, membawa buku catatannya. Ia menuliskan semua rasa sakitnya, tetapi juga tekad untuk menjadi lebih kuat. Ia sadar, meskipun Ayahnya tidak kembali, ia masih memiliki masa depan yang harus diperjuangkan.
Kini, Arman sering duduk di bawah pohon itu, menulis cerita-cerita baru yang terinspirasi oleh kehidupannya. Pohon itu bukan lagi simbol kehilangan, melainkan kekuatan yang membawanya bangkit.
Bagaimana pria tua membantu Arman mengubah pandangannya tentang pohon itu?
CorrectIncorrect -
Question 17 of 30
17. Question
Pohon di Ujung Jalan
Di ujung jalan desa, berdiri sebuah pohon tua yang menjadi saksi bisu kehidupan warga. Setiap sore, anak-anak bermain di bawah naungannya, bercanda dan tertawa. Namun, bagi Arman, pohon itu adalah tempat penuh kenangan yang mengikatnya pada masa lalu.
Tiga tahun lalu, Ayah Arman meninggalkan keluarga mereka untuk bekerja di kota. Janji untuk kembali setiap bulan perlahan menjadi janji kosong. Pohon tua itu adalah tempat terakhir mereka berbincang sebelum Ayah pergi, membisikkan harapan besar kepada Arman.
Namun, tidak semua harapan bisa bertahan. Ketika kabar datang bahwa Ayah tidak akan pernah kembali, Arman kehilangan kepercayaan pada segala sesuatu. Ia berhenti bermain, berhenti bercanda, dan memilih untuk menghindari pohon itu.
Sampai suatu hari, seorang pria tua yang bijaksana duduk di bawah pohon itu. Ia bercerita kepada Arman tentang pohon sebagai lambang kekuatan, ketahanan, dan harapan. “Pohon ini tetap berdiri meski diterpa angin kencang,” katanya. “Mungkin kita juga bisa seperti itu.”
Malam itu, Arman memutuskan untuk kembali ke bawah pohon, membawa buku catatannya. Ia menuliskan semua rasa sakitnya, tetapi juga tekad untuk menjadi lebih kuat. Ia sadar, meskipun Ayahnya tidak kembali, ia masih memiliki masa depan yang harus diperjuangkan.
Kini, Arman sering duduk di bawah pohon itu, menulis cerita-cerita baru yang terinspirasi oleh kehidupannya. Pohon itu bukan lagi simbol kehilangan, melainkan kekuatan yang membawanya bangkit.
Jika Anda menjadi Arman, apa yang akan Anda lakukan untuk menjaga makna pohon tua itu?
CorrectIncorrect -
Question 18 of 30
18. Question
Pohon di Ujung Jalan
Di ujung jalan desa, berdiri sebuah pohon tua yang menjadi saksi bisu kehidupan warga. Setiap sore, anak-anak bermain di bawah naungannya, bercanda dan tertawa. Namun, bagi Arman, pohon itu adalah tempat penuh kenangan yang mengikatnya pada masa lalu.
Tiga tahun lalu, Ayah Arman meninggalkan keluarga mereka untuk bekerja di kota. Janji untuk kembali setiap bulan perlahan menjadi janji kosong. Pohon tua itu adalah tempat terakhir mereka berbincang sebelum Ayah pergi, membisikkan harapan besar kepada Arman.
Namun, tidak semua harapan bisa bertahan. Ketika kabar datang bahwa Ayah tidak akan pernah kembali, Arman kehilangan kepercayaan pada segala sesuatu. Ia berhenti bermain, berhenti bercanda, dan memilih untuk menghindari pohon itu.
Sampai suatu hari, seorang pria tua yang bijaksana duduk di bawah pohon itu. Ia bercerita kepada Arman tentang pohon sebagai lambang kekuatan, ketahanan, dan harapan. “Pohon ini tetap berdiri meski diterpa angin kencang,” katanya. “Mungkin kita juga bisa seperti itu.”
Malam itu, Arman memutuskan untuk kembali ke bawah pohon, membawa buku catatannya. Ia menuliskan semua rasa sakitnya, tetapi juga tekad untuk menjadi lebih kuat. Ia sadar, meskipun Ayahnya tidak kembali, ia masih memiliki masa depan yang harus diperjuangkan.
Kini, Arman sering duduk di bawah pohon itu, menulis cerita-cerita baru yang terinspirasi oleh kehidupannya. Pohon itu bukan lagi simbol kehilangan, melainkan kekuatan yang membawanya bangkit.
Apa pelajaran yang dapat kita ambil dari perubahan sikap Arman terhadap pohon tua?
CorrectIncorrect -
Question 19 of 30
19. Question
Dalam cerpen dengan alur campuran, bagaimana pembaca dapat mengikuti cerita tanpa merasa bingung?
CorrectIncorrect -
Question 20 of 30
20. Question
Bagaimana peran sudut pandang dalam membangun emosi pembaca dalam cerpen?
CorrectIncorrect -
Question 21 of 30
21. Question
Mengapa sebuah cerpen dianggap efektif dalam menyampaikan pesan moral dibandingkan dengan novel?
CorrectIncorrect -
Question 22 of 30
22. Question
Seorang penulis cerpen memilih menggunakan alur mundur. Apakah keputusan ini efektif untuk semua jenis cerita?
CorrectIncorrect -
Question 23 of 30
23. Question
Apa fungsi penggunaan simbolisme dalam cerpen?
CorrectIncorrect -
Question 24 of 30
24. Question
Jika Anda seorang penulis cerpen, bagaimana Anda akan menggambarkan emosi tokoh tanpa menggunakan dialog?
CorrectIncorrect -
Question 25 of 30
25. Question
Apakah penggunaan gaya bahasa hiperbola dalam cerpen selalu efektif? Mengapa?
CorrectIncorrect -
Question 26 of 30
26. Question
Apakah Anda setuju bahwa latar cerita selalu menentukan konflik dalam cerpen?
CorrectIncorrect -
Question 27 of 30
27. Question
Bagaimana Anda akan membuat pembukaan cerpen yang menarik untuk pembaca?
CorrectIncorrect -
Question 28 of 30
28. Question
Apakah penggunaan sudut pandang campuran (orang pertama dan orang ketiga) dalam cerpen dapat membingungkan pembaca? Mengapa?
CorrectIncorrect -
Question 29 of 30
29. Question
Bagaimana elemen latar waktu dapat memengaruhi tema dalam cerpen?
CorrectIncorrect -
Question 30 of 30
30. Question
Apa dampak penggunaan tokoh dengan sifat ambigu pada cerpen?
CorrectIncorrect